Pertanyaan dan Jawaban Lain



            Happy easter, everybody J
            Saya baru pulang dari acara makrab himpunan mahasiswa jurusan saya, dan seperti biasa, yang dapat mengurangi beban saya adalah menonton video atau film. Saya tak dapat menjelaskan secara rinci mengenai ketertarikan saya dengan bidang satu ini, hanya saja saya bisa melihat begitu banyak hal tanpa saya sadari dan karenanya saya berusaha memaksimalkan pengamatan saya akan hal-hal yang mungkin tak dapat saya tangkap dengan penglihatan (saja).
            Sebetulnya ini adalah bagian dari kesukaan saya yang banyak – terlalu banyak, bahkan – dicibir orang. Bahkan teman-teman saya sendiri. Fangirling.
            Ngidol, atau apa ya, istilah tepatnya?
            Sebetulnya saya harus meminta maaf pada diri saya sendiri yang membiarkan jari ini mengetik tetapi bukan hal yang sebenarnya begitu mendesak. Hanya saja, anggap saja ini pelampiasan yang sudah lama tidak saya dapatkan. Dan pada akhirnya menjadi begitu berharga dan tidak terbayar.
            Mengapa?
            Saya pun tidak tahu tepatnya. It’s just happened. Saya tidak tahu bagaimana awalnya dan bagaimana bisa berlanjut. Hanya saja, semakin lama menulis dan ngidol membuat saya tak bisa melepaskan kedua hal itu dari hidup saya. Mungkin tidak akan pernah bisa. Atau belum bisa.
            Hal lain yang ingin saya ungkapkan sebelum Anda membaca lebih lanjut ketidakpentingan ini adalah fakta bahwa saya tidak sepenuhnya fit saat ini. Kemarin malam tidak tidur sama sekali dan dilanjutkan dengan tidur yang terputus-putus dan tidak nyenyak. Sehingga saya sadari betul, tulisan saya ini semakin lama semakin tidak menemui juntrungnya. Terkadang bisa sesuai, bahkan melebihi ekspektasi saya, atau bahkan kurang. Atau mungkin hanya alasan saja karena saya semakin jarang menulis.
            Ditambah lagi himpitan tugas-tugas kuliah yang semakin lama semakin tidak bisa disambi, saya rasa pelarian saya ini hanyalah pembuktian seperti biasa. Bahwasanya di minggu-minggu padat saya, saya hanyalah bayang-bayang yang lebih butuh menulis dengan segala ketidakpentingan dibanding mengerjakan tugas.
            Selamat UTS!

^ ^ ^

            Beberapa hari yang lalu, EXO mengeluarkan album comeback perdananya pasca ditinggal dua pentolannya, Luhan dan Kris. Album tersebut bertajuk EXODUS, dengan single andalannya, Call Me Baby.
            Saya sendiri tidak mengikuti betul perkembangan isu terbaru sehingga ketika muncul berita bahwa MV-nya sudah dirilis di Youtube, langsung saja saya nonton dan download. Kebetulan saya juga dapat beberapa rekomendasi tayangan lain untuk ditonton, yang Kpop juga tentunya.
            Ketika pertama kali saya nonton MV-nya, saya salut dengan SM yang serius menggarap artis-artisnya. Bahkan teaser-nya pun dibuat per member dan diambil di tiga benua. Walaupun pada akhirnya banyak yang berkomentar bahwa karena teaser yang serba mahal itu akhirnya SM kekurangan dana untuk membiayai MV-nya. It’s kinda funny, I thought. Tapi saya yang suka EXO dari jaman jebot (yaelah, SMA aja dibilang jebot), tidak repot-repot mempedulikan hal itu dan secara personally jatuh cinta dengan sukarela dengan MV dan jatuh cinta untuk berulang kali pula pada para membernya.
            Saat keasyikan nonton ulang MV-nya, tiba-tiba saya sadar mereka tidak lagi berdua belas. Yang awalnya OT12 kini telah mengerucut menjadi OT10. Dan seperti halnya jatuh cinta tanpa adanya paksaan, saya patah hati tanpa ada keharusan.

^ ^ ^

            Saya tahu saya pernah menulis tentang EXO sebelumnya. Waktu itu saya sedang gandrung-gandrungnya dengan EXO karena single mereka yang akhirnya mengantarkan mereka ke puncak popularitas, Growl, baru saja mendapat banyak penghargaan. Dan waktu itu mereka sedang begitu bersinar. Cerah. Seolah begitu murni dan innocent.
            Setelahnya, bahkan mereka melanjutkan kesuksesan dengan merilis album Overdose. MV Overdose sendiri cool bagi saya, even its not much as Growl did. Dan hal yang tidak pernah saya duga akan terjadi tiba-tiba muncul seperti petir di siang bolong.
            Ketika sedang mulai mengoleksi penghargaan karena album baru mereka, salah seorang member asal China, Kris, tiba-tiba mengeluarkan lawsuit. Bagi Anda para penggemar Kpop pasti tahu betul kasus semacam ini. Hal serupa pernah terjadi ketika Super Junior ditinggalkan kedua membernya. Begitu pula ketika TVXQ mengerucut dari lima menjadi dua personil.
            Walaupun Kris bukan favorit saya, tapi sedih juga mendapati berita ini seolah meretakkan hati saya. Dari yang awalnya berjanji akan selalu bersama dan tiba-tiba berpisah jalan begitu saja tanpa ada kejelasan. Kris begitu saja meninggalkan teman-temannya dan kembali ke China, berkarir solo dan meneruskan tangga kepopulerannya sendiri. Seperti yang kita ketahui, EXO memang sudah sangat terkenal di China karena selain 4 memberny berasal dari China, mereka juga memiliki sub unit EXO-M untuk berkarir di China.
            Setelah kejadian yang membuat histeris fans EXO dan Kris tersebut, muncul rumor baru yang sanggup menggeserkan hangatnya isu-isu tentang mengapa Kris meninggalkan EXO. Rumor baru, yang akhirnya menjadi fakta itu adalah Baekhyun yang ketahuan berpacaran dengan Taeyeon SNSD.
            Berita mengenai keduanya dirilis secara eksklusif oleh media yang memang dikenal sering mengungkap rahasia hubungan para public figure di Korea, Dispatch. Dalam berita tersebut, Dispatch tidak hanya mengungkap hubungan keduanya, tetapi juga menunjukkan sejumlah bukti berupa foto-foto kencang keduanya di mobil. Berita yang menghebohkan ini akhirnya dikonfirmasi oleh SM selaku tempat keduanya mengikat kontrak. Bahkan diperjelas dengan keterangan bahwa Taeyeon memberikan semangat pada kekasihnya itu karena pasca Kris pergi, EXO harus latihan ekstra keras untuk menggantikan Kris. Banyak sekali pujian, celaan ataupun kritikan untuk keduanya.
            Setelahnya, EXO kembali sibuk berpromosi dan mulai mendapatkan kembali penghargaan-penghargaan kenamaan di Korea. Everything goes so peacefully untill I was surprised to death.
            Berita baru mengenai EXO dirilis dengan Luhan sebagai ‘aktor’ utamanya.
            *hela napas* Berita itu adalah tentang Luhan’s lawsuit.
            Berita yang mengabarkan bahwa Luhan mengajukan tuntutan serupa ex-rekan se-grupnya, Kris. Yang alih-alih melanjutkan karir di bawah naungan SM Entertainment, tapi malah mengajukan tuntutan  hukum dengan tujuan mengakhiri kontrak dan berkarir sendiri.
            Belum selesai perkara hukum Kris dan SM, kini Luhan ikut hengkang dan balik menuntut grup yang telah membesarkan namanya itu.
            Waktu itu saya sedang makan malam dan nyaris saja tersedak membaca berita yang baru saja dirilis oleh satu media Korea terkemuka yang saya ikuti. Setengah mati saya mencari alasan mengapa Luhan mengajukan tuntutan hukum dan ingin berpisah dari EXO. Dan sekilas, tak jauh berbeda dengan Kris. Mereka mengaku SM menganaktirikan EXO-M yang berkarir di China daripada EXO-K yang memang fokus berkarir di Korea. Pembagian honor yang tak jelas, jadwal yang tak terkontrol, dan beberapa hal yang akhirnya menjadi pertimbangan mereka untuk memutuskan mengakhiri kontrak dengan SM Entertainment, dengan kata lain, keluar dari EXO.
            Saya ingat betul, sepulang makan malam itu saya menangis gila-gilaan. Saya tidak termasuk fandom manapun dan tidak follow fandom manapun karena bagi saya apa yang saya sukai tidak harus selamanya saya share, jadi saya tak membaca dan tak peduli dengan fans EXO lainnya yang pasti sudah berdarah-darah. Mungkin bahkan lebih dari saya, saya percaya itu. Mengingat sasaeng fans EXO yang juga gila-gilaan mencintai EXO, saya kira mereka takkan tinggal diam. Tetapi sekali lagi, saya tak peduli. Waktu itu saya merasa pikiran saya benar-benar kosong. Semuanya terasa kabur dan jelas di saat yang bersamaan.
            Hingga kini saya sadari, tidak peduli seberapa besar saya menyukai, mencintai dan menyayangi mereka. Seberapa besar keinginan saya untuk melihat mereka terus bersinar dan selamanya bersinar. Seberapa kuat saya ingin melindungi mereka dari rumor buruk yang beredar tentang mereka dan haters yang tak juga bosan. Mereka adalah pekerja. Yang bagaimanapun caranya, dibayar, dihargai, dan diapresiasi sesuai dengan pekerjaan mereka.
            Ketika mereka merasa tak lagi mendapatkan hal itu, mereka dapat pergi begitu saja. Mungkin mereka juga mencintai fans, hanya saja saya sadar. Cinta mereka pada saya dan fans lainnya berlaku secara universal. Tidak ada pembeda dan mereka tak dapat mencintai perbedaan kami.
            Perbedaan bahwa tidak semua dari kami bisa mengatasi patah hati dengan baik.

^ ^ ^

            Sudah saya katakan sebelumnya betapa saya sangat menyukai Luhan. Pun alasan-alasannya. Tetapi walau saya juga menyukai banyak member grup-grup lain, entah mengapa saya rasa takkan separah ini ketika mendengar kabar kalau mereka meninggalkan grup. Saya pun tak pernah menduga akan sebegini menyakitkannya. That was so heartbreaking.
            Saya adalah bagian dari mereka yang tak bisa mengatasi rasa sakit yang baru saya kenali ini. Ketika semisal saya sakit karena menonton sebuah film dan berempati terlalu berlebihan, ketika film selesai, maka saya akan mendapat sesuatu dan dapat menulis darinya. Tidak ada kelanjutannya. End of story. Walau memori dari film itu akan terus saya kenang dan kelak akan saya putar ulang. Tetapi rasa sakit karena merasa ditinggalkan orang yang bahkan tidak saya pernah temui, tidak saya kenal secara langsung, dan tak tahu bahwa saya ada, adalah hal yang benar-benar baru di hidup saya. Tepatnya, saya mungkin tak pernah menyukai sesuatu secara histeris. Itu mengapa hal ini menjadi pengalaman yang baru.
            Kemudian salah seorang teman bertanya, “kenapa sih, kamu suka EXO sampai segitunya? Mereka, kan, hanya grup musik. Yang cepat atau lambat akan bubar juga dan berkarir masing-masing.”
            Saya tahu, ketika ditanya ‘kenapa’, jawabannya takkan sesimpel itu. Sampai saat ini pun, saya ingat mengapa saya suka sekali EXO. Mengapa saya sampai bisa membaca trivia membernya satu per satu bukan keseluruhan dan bagaimana saya mengagumi mereka. Saya ingat sekali.
            Pertanyaan teman saya itu membuat saya terlempar ke beberapa bulan yang lampau. Ketika itu saya baru lulus SMA, baru masuk kuliah.
            Terdampar di Yogyakarta.
            Takkan pernah saya bayangkan bahwa merantau akan sesakit ini. Tak pernah terpikirkan jauh dari rumah akan setidakmenyenangkan ini.
            Tepatnya, hidup saya begitu menyedihkan di hari-hari, minggu-minggu, dan bulan-bulan pertama saya tinggal di Yogyakarta.
            Saya kuliah di jurusan sastra yang pada semester awal, di mana masih tahap pemanasan, dan mahasiswa masih diberikan pembentukan persepsi serta pengenalan dengan dunia kampus. Proses adaptasi yang bagi saya tidak rumit, berlangsung normal dan wajar. Hanya saja, saya tidak pernah membayangkan bahwa selain proses luar itu, ada proses dalam diri manusia. Di mana pemikiran-pemikirannya perlahan ditempa dan dibentuk agar sesuai dengan dunia barunya.
            Proses adaptasi itu, terasa menyakitkan bagi diri saya secara pribadi.
            Setiap hari ke kampus untuk kuliah selama dua jam saja per hari. Paling lama adalah menghabiskan seperempat hari di kampus. Saya tidak begitu bisa membaur dengan teman-teman satu jurusan, jadi semua terasa asing dan tidak instan. Setelah itu saya akan pulang dengan berjalan kaki menuju kosan saya. Di perjalanan pulang membeli satu porsi nasi dan lauk-pauk di warung. Kemudian tiba di kos dengan kenyang tetapi perasaan yang kosong. Pergi mandi dan mengurung diri di kamar.
            Kamar pertama saya di Yogyakarta tak luas. Hanya 3x4. Ada sebuah ranjang dengan kasur tipis, meja belajar, lemari. Sudah. Segalanya terasa ringkas dan tak banyak perkakas percuma. Segalanya terasa efisien sehingga tak banyak yang bisa saya lakukan. Maka pilihan saya hanya membaca, tidur, dan main laptop. Biasanya ketika sore atau malam, saya bisa jalan-jalan dengan teman-teman baru yang saya dapat ketika ospek universitas. Karenanya mereka sangat beragam dan terasa sangat menyenangkan.
            Namun ketika sendiri, saya tergigit-gigit perasaan nyeri yang tak kunjung reda. Di saat-saat menyakitkan itu, saya seringkali menangis sendiri. Terlepas dari terkadang betapa leganya jauh dari rumah, ternyata ranah impian bisa juga kejam dengan kediamannya.
            Untuk menghindari perasaan sedih itulah, saya menonton video dan film yang saya bawa dari rumah dan saya koleksi sebelum merantau. Salah satunya video paling baru yang saya download ketika masih di Probolinggo adalah EXO, dengan single-nya, Growl.
            Saya tonton itu berulang kali, lagi dan lagi, setiap hari. Setiap saya menyalakan laptop.
            Dan kini baru saya rasakan mengapa.
            Ketika saya tak punya seorang pun untuk bersandar, dan benar-benar sendirian, saya tak pernah bisa mengungkapkannya dengan baik. Selalu berusaha membalas pesan dan telepon orang rumah dengan biasa saja. Menganggap segalanya masih berlangsung dengan normal. Painful, tetapi memang sudah seharusnya terjadi.
            Dan kala itulah, EXO membantu saya. Mereka mengatasi rasa kesendirian saya dengan apa yang mereka sebut pesona dan daya tarik. Mereka meyakinkan saya bahwa segalanya bisa dicapai dengan kerja keras. Keringat dan wajah pucat yang mereka tampilkan ketika latihan membuat saya tahu bahwa superstar pun tak pernah berhenti berusaha dan tak selalu terlihat bersinar. Nyatanya, mereka yang seperti itulah yang membuat saya yakin bahwa mereka benar-benar bersinar dan istimewa.
            Saya mungkin bukan fans yang gila akan EXO, hingga membeli semua album dan merchandise-nya. Atau mengikuti style-nya. Tetapi jauh di dalam diri dan hati saya, nyatanya saya mencintai mereka lebih dari yang saya tahu. Tidak hanya karena fisik dan apa yang mereka suguhkan, walau semua itu sudah lebih dari cukup untuk membuat kaum hawa jatuh cinta, tapi karena waktu. Tuhan mengenalkan saya dengan mereka di saat yang tepat ketika saya merasa sedang begitu jatuh dan jauh.
            Melihat mereka menari, bernyanyi, tersenyum bahkan mengedip nakal, seolah menghibur saya dari rasa sakit yang pernah saya alami, ataupun yang sedang saya alami. Tawa dan pembawaanmereka membawa saya pada kenyataan lain yang saya gunakan sebagai motivasi saya untuk terus maju. Hingga saat ini.
            Ketika semakin lama hidup menunjukkan sepah dan pahitnya, saya sadar bahwa ada masa di mana saya takkan lagi merasakan itu. Entah karena sepah dan pahit itu sudah terlalu sering terasa sehingga melebur dan menjadi hambar, atau benar-benar hilang dan tergantikan manis.
            Mereka mengingatkan saya pada impian saya akan hidup. Keoptimisan untuk membawa diri menjadi yang lebih baik dan tidak pernah menyerah. Ketika mereka sudah melalui masa-masa sulit menjadi trainee dan masa-masa lelah menjadi idol, mereka pada akhirnya menyadari bahwa segalanya adalah buah dari kerja keras yang tak pernah lepas mereka tanamkan.
            Seorang selebtwit bernama @aMrazing yang saya ikuti di twitter, pernah berkata bahwa there is no such thing called previlege.
            Hal serupa saya pahami betul. Bahwa tak ada yang terjadi secara instan. Untuk menjadi ahli dan hebat, seseorang harus melakukan banyak perjuangan dan pengorbanan. Harus terus berlatih dan berusaha. Tak peduli seberapa menyakitkan dan melelahkannya. Mereka harus terus berdiri di panggung selanjutnya. ‘Mempresentasikan’ segala usaha dan kerja kerasnya dengan senyum dan diri yang begitu bersinar.
            Dan tersebut berlaku pada segala profesi di dunia. No matter how hard they try, in the end they begin to stand up and face the world.
            Bisa jadi saya hanya terlalu naif menganggap EXO sebagai salah satu penyelamat saya, selain orang-orang yang saya temui secara nyata, hanya saja saya tak biasa melakukan hal ini. Saya mungkin bisa memilih beberapa lagu The Beatles atau The Smith untuk saya jadikan soundtrack hidup saya, tapi EXO seolah melekat menjadi keharusan dan kekuatan. Bukan lagi mengenai selera dan pilihan.
           
^ ^ ^

            Saya tahu tulisan saya ini tidak berarti apa-apa. Bagi diri saya, sudah cukup selama saya masih menyimpannya dalam diri saya sendiri. Bagi Anda, silakan dilupakan pun tak apa selama sudah membaca.
            Saya bukannya ingin bersikeras menjelaskan diri saya sendiri kepada orang lain, melainkan menjawab pertanyaan yang juga pernah saya tanyakan pada diri saya sendiri. Sekaligus mengukuhkan diri saya, bahwa perjuangan itu normal. Rasa sakit itu juga wajar. Daripada menghindarinya, saya lebih dulu bersahabat dengannya. Tak ada yang perlu dihujat ketika rasa itu datang. Ketika ia pergi, suatu saat akan bertemu lagi.
            Satu hal pula yang membuat saya menangis lebih kencang, bahwa saya sadar Sehun dan Luhan saling menyayangi dan bersahabat begitu dekatnya. Saya tak bisa membayangkan reaksi Sehun ketika Luhan berpamitan atau diberitakan keluar. Saya pun tak bisa membayangkan perasaan Luhan ketika melihat EXO di layar kaca, atau melihat Sehun. Mereka bersahabat seperti anak-anak, dan dipisahkan dengan cara yang bagi saya kekanak-kanakan. Dan saya tidak bisa tidak, jatuh hati pada keduanya. Pun kepada cara keduanya untuk saling mencintai dan melindungi.
            Ada quotes yang berbunyi :

Growth is painful. Change is painful.
But nothing is as painful as staying stuck somewhere you don’t belong.



PS :
Saya tahu ini bodoh sekali. Tetapi saya ingin sekali melakukannya dan izinkan saya melakukannya.
            Suatu waktu saya akan menjadi tua dan melihat masa ini sebagai masa di mana saya masih berbahagia. Saya mungkin takkan pernah bisa mengingat lagi masa-masa yang membuat saya merasa sedih dan kesal. Saya takkan lagi bisa mengingat detail-detail kegiatan yang saya lakukan. Saya takkan menjadi saya yang sekarang di masa mendatang.
            Kelak saya akan tertawa mengingat diri saya yang begitu tergila-gila dengan EXO. Mendesis bodoh ketika melihat koleksi video dan foto saya akan mereka. Dan terheran-heran bagaimana bisa saya ingat tanggal ulang tahun mereka sementara saya sering lupa tanggal ulang tahun orang-orang terdekat saya.
            Tulisan ini adalah tonggak di mana saya pernah melalui masa ini. Masa yang sukar dan sulit ditemui juntrungnya. Dan saya yang menyadari bahwa diri saya akan semakin tua. Semakin dewasa dan artinya akan semakin banyak permasalahan yang merintangi jalan saya.
            Saya sangat berterima kasih pada EXO. Baik secara keseluruhan ataupun per individu. Terima kasih karena telah membawa saya ke saat ini. Terima kasih telah menemani walau tak merasa menemani. Terima kasih sebanyak-banyaknya.
            Apapun yang ingin kalian lakukan kelak, saya akan senantiasa mendukungnya. Saya sadar saya sedih juga karena khawatir bagaimana bisa tetap keep up dengan info tentang Kris dan Luhan ketika mereka tak lagi bersama EXO. Saya terkadang bingung harus mencari ke mana. Tetapi saya tetap mencintai EXO di masa yang tidak pernah saya duga. Masa yang setidaknya ingin saya kenang dengan baik di masa mendatang.
            Seberapa besar keinginan saya untuk melihat mereka kembali satu panggung, menyanyi dan menari bersama sebagai satu grup, terlalu kecil dibanding keinginan saya melihat mereka bahagia.
            Setidaknya dengan EXO, saya bisa belajar kata-kata bullshit dari dunia percintaan bahwa sakit memang tak bisa bersama orang yang kita cintai, tetapi lebih sakit melihat mereka tidak bahagia bersama kita. Yang mungkin takkan pernah bisa saya terapkan dalam kehidupan percintaan saya sendiri.
            TERIMA KASIH, EXO! I LOVE YOU! J
            *btw, saya masih ingat slogan “EXO, We are one! Unite!”, lho. Tapi kalau melihat mereka mengucapkannya, saya jadi pengin menangis*


Satu lagi dari Tuhan yang membuat saya tak henti mensyukuri hidup ini.

Comments

Popular posts from this blog

My Own Steps

Aku Tidak Apa-Apa:)

(Kosong)