Sebuah Alasan


Apa yang akan Anda lakukan pada 20 tahun pertama hidup Anda?

Teman saya, Kamaludin Yahya, seorang penulis sekaligus ilustrator, mengatakan bahwa bisa jadi sekarang ia sedang berselancar di depan laptop, berenang di laut, berlarian di GSP, melamun di balkon, atau melayang-layang dalam pikiran.

Faiz Pranawestu, teman saya yang lain, memutuskan hidup sebagai penikmat puisi, teater, perbedaan, dan otomotif yang membuatnya terinspirasi menulis skripsi.

Ada banyak hal yang dapat kita kutip dari pikiran manusia, keberadaan dan keinginannya untuk melakukan sesuatu. Lalu apa istimewanya pikiran 20 tahun pertama itu?

Masa seseorang menuju quarter life crisis adalah hal yang menarik. Seseorang bisa menguliti masa lalu, lalu mulai mempertanyakan diri sendiri dan sekitarnya. Itulah pendapat Kedung Darma Romansha. Pendapat ini ditambahkan oleh S. Arimba, sesama penyair, bahwa jika terekam dengan baik, pikiran 20 tahun pertama itu akan mampu menyajikan pengalaman batin yang ‘segar’ sehingga layak diapresiasi.

Menyuarakan hal tersebut, Fitriawan Indrianto, menyebut bahwa puisi-puisi dapat menjadi peta buta dari para musafir yang terus mencari jalan. Maka di situlah kami. Saya, Kamal, Faiz, Akhmad, Nur Fitri, Ari, dan Kartina; para pengelana lain yang telah lebih dulu menorehkan jalan, luka, dan yang terpenting: cerita. Cerita-cerita itu kami tuangkan dalam sebuah antologi puisi berjudul Tuhan dari Hal-Hal Bisu. Kami mencoba menyampaikan dengan sebanyak mungkin cara dan pilihan dalam 20 tahun pertama hidup Anda; menangis, berteriak, mengutuk, bersyukur, menyumpah, berdarah, hingga berdaki-daki keringat yang pada akhirnya dianggap tidak berarti. Jika mengutip terminologi Fitriawan Indrianto di atas, kami bisa saja menyesatkan para musafir dalam pencarian-pencarian mereka. Tersesat berarti Anda mencari, Anda menyurati diri Anda di masa depan dan mencoba jalan Anda sendiri.

Anda tidak patut merasa tertuntun dengan buku ini, tapi harusnya Anda tertantang. Buku ini sebagai satu dari pesta literasi, dan alangkah sayangnya apabila Anda tidak ikut serta di dalamnya.

Bagi saya, seperti halnya yang telah diungkapkan puluhan bahkan ratusan penulis sebelumnya, buku ini adalah anak pertama. Kami bertujuh bersama-sama menjalani semua proses pra-cetak hingga peluncuran karya. Kami bagikan buku pada semua hadirin, agar semua kegelisahan dan sukacita itu tersampaikan. Dan semua itu mungkin tidak berarti apa-apa dibandingkan jalan sesudahnya. Menerbitkan buku tidak lantas membuat kami menjadi penulis ataupun penyair. Ada banyak spekulasi berkaitan dengan karya-karya kami dalam buku ini; mengenai siapa yang akan bertahan dalam dunia kepenulisan, hingga karya mana yang dianggap paling mustajab menjawab ekspektasi.

Tantangan itu, bagi saya, adalah sorot mata seorang anak bernama Lintang di pedalaman Belitong yang berbunyi,


seberapa cepat engkau berlari?




Comments

Popular posts from this blog

My Own Steps

Aku Tidak Apa-Apa:)

(Kosong)