How To Be Ourself (?)
Gimana, sih, rasanya mencari jati diri?
Saya
sudah ribuan kali berusaha dan, at least,
mencoba menjadi diri sendiri. Tetapi bagaimana saya harus menemukan diri saya
ketika saya merasa terpontang-panting dan bimbang?
Saya
selalu kagum dengan bagaimana seseorang bisa menjadi dirinya sendiri dan
bahagia karena itu. Jadi saya sudah mencoba dan melakukannya, hampir setiap
hari. Tetapi terkadang saya merasa terlalu mencoba menjadi diri saya di hadapan
orang lain. Apakah terlalu keras mencoba juga memberikan hasil yang kurang
maksimal?
Orang
bilang, sih, gampang. Tinggal, “ya senyamannya kamu aja. Kalau kamu nyaman, ya
berarti itulah diri kamu.” Trust me,
kenyamanan saya bergantung pada keadaan saya. Saya nggak bisa asal menggetok
standar nyaman dalam diri saya dan diaplikasikan di sembarang waktu. Tetapi
terkadang saya menemukan hal-hal yang membuat saya nyaman selama kegiatan saya
seharian dan terkadang pula saya nggak bisa mengulangnya.
Saya
selalu mencoba berdamai dengan kenyataan. Dengan artian mengikuti pepatah orang
tua bahwa hidup ini tidak perlu banyak memaksakan ini-itu, mencari kebahagiaan
dari hal-hal sederhana, lega dan tersenyum sepanjang hari, dan sebagainya, dan
sebagainya. Saya mencoba tidak menyesali keputusan apapun yang saya buat. Saya
berusaha menjalani segalanya dengan memahami konsekuensi dan berjaga-jaga atas
segala kondisi yang serba tidak terduga.
Namun
rasanya belum cukup juga. Saya masih gemas dengan diri saya sendiri. Hingga
saya berpikir apakah hanya karena ini kemampuan saya dan ini yang saya punya
maka saya harus berdamai dengannya? Tetapi bagaimana kalau semua ini bukanlah
diri saya yang sebenarnya, dalam artian sebenarnya saya hanya beradaptasi tanpa
benar-benar merasa nyaman karena tidak tahu nyaman yang sesungguhnya seperti apa.
Jadi nyaman dalam kamus saya selama ini bukanlah kunci ketenteraman seperti
yang saya inginkan selama ini.
Sejujrunya
saya bahagia mendapati diri saya masih bisa terpukau dengan hal-hal tertentu.
Masih merasa menemukan hal-hal ajaib, walau hanya dengan bertemu atau melihat
seseorang. Saya benar-benar bahagia melihat seseorang menjadi dirinya sendiri,
dan percaya diri karenanya. Seringkali saya berpikir kapan saya bisa demikian.
Menjadi diri saya sendiri, begitu menjiwai diri saya sendiri.
Dulu
saya selalu terpukau dengan lampu panggung.
Karenanya
saya selalu mencoba segala jenis kesenian yang membutuhkan lampu panggung.
Terkadang saya merasa bahagia berada di atas tempat seluas dan seindah itu.
Tetapi terkadang pula saya dihantam kesedihan dan ketidakmampuan saya untuk
bertahan dengan segala jerih payah yang telah saya keluarkan. Lampu panggung
menyebabkan penyakit yang selalu saya rindukan: tidak pernah merasa cukup. Saya
akan terus lagi, lagi, dan lagi. Rasanya toh saya tidak pernah menyesali setiap
momen yang tergambar itu. Walau tidak semuanya enak. Ada sepahnya juga.
Dan
pernah juga saya mendapati diri saya luruh setelah suatu penampilan karena
tiba-tiba saya sadar bahwa saya tidak merasa bahagia, dan mengetahui bahwa
penampilan itu bukanlah yang saya inginkan.
Bukankah
menjadi diri sendiri adalah menjadi apa yang kita inginkan?
Bukankah
begitu?
Tetapi..
mengapa?
Pertanyaan-pertanyaan
itu mengganggu saya sehingga saya merasa bahwa dalam jarak tertentu saya
bukanlah diri saya sendiri. Saya masih bukan diri saya sendiri dalam kemasan
yang begitu dekat dengan saya dan mungkin hanya saya yang bisa merasakannya.
Dan
saya tidak tahu caranya. Saya tidak tahu bagaimana mencarinya.
Begitulah, kalau Anda hendak mencari diri Anda sendiri, siap-siaplah bertanya, bertanya, dan belajar bertanya.
Pundak yang kebas.
saya selalu hampir saja menemukan jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang saya temui... namun begitulah, hanya sebatas hampir.
ReplyDeleteHidup ini adalah pencapaian fana. Jadi jangan berkecil hati. 'Hampir' berarti berproses. Dan akan selalu begitu.
Delete