Here We Go
here we go.. (again)
Saya nggak ngerti harus ngepost apaan lagi. Saya nggak ngerti harus berkata-kata sebagaimana lagi untuk hari kemarin dan sekarang. Tentang apa yang dimaksud 'ketulusan'. Well, saya merasa nggak pantas ngomongin hal itu. Saya sendiri belum baik.
Tetapi entah kenapa kejadian kemarin menyadarkan saya akan sesuatu. Mengapa bisa sulit sekali tulus melakukan sesuatu. Mengapa harus ada pamrih dalam melakukan hal-hal yang baik dalam hidup ini. Mengapa harus sesulit itu untuk berhenti bicara.
Ada 1001 alasan untuk melakukan sebuah kebaikan, namun saya memilih untuk tidak membicarakannya, satu pun saja. Saya ingin belajar ikhlas. Saya ingin belajar tulus mencintai sesuatu tanpa mengharapkan imbalan. Tanpa mengharapkan belas kasihan. Dan tanpa paksaan. Kalaupun memang ada balas imbal dari apa yang saya lakukan, saya pikir itulah ketulusan yang dilakukan orang lain untuk saya. Bukan sebagai imbalan. Agar saya selalu berpikir begitu. Meskipun tentu saja nggak semudah itu, tapi saya selalu berusaha. Saya percaya hal itu akan membantu saya lebih lega dalam hari-hari ke depannya.
Kemarin tanggal 5 Januari 2012, saya dan teman-teman OSIS TeVen pergi ke WBL untuk rekreasi perpisahan gitu. Seneng deh :D Biarpun wahana-wahana di WBL nggak seseru dan sebagus Jatim Park 1, atau Dufan, atau TranStudio, atau bahkan Universal Studio (iyalah), tapi karena saya datang bersama teman-teman tercinta, jadinya lebih seru daripada ke Universal Studio sendirian. Hehehe. Justru karena wahana-wahana nya banyakan nggak serunya, nggak ada adrenalinnya, kita heboh sendiri. Teriak-teriak naik paus dangdut yang cuma kayak naik jungkat-jungkit, bedanya agak pusing karena diputer-puter, kita teriak-teriak ngalahin wahana crazy car di sebelah yang emang lumayan bikin tegang. Teriaknya nggak niat banget lagi. Tapi heran keras deh -.- Udah gitu teriak-teriak sama mas nya minta turun. Norak abis. Bikin ketawa orang yang liat, tapi whatever. Yang kami harapkan dari teriakan dan kenorakan kami adalah mas-mas nya sadar kalo kita beneran nggak gugup sama sekali dan nggak seru banget tuh wahana (sampai sekarang mungkin agak sangsi meskipun mas-masnya sadar tapi nggak bakalan ada efeknya buat tuh wahana). Begitulah.
Jalan-jalan kesana kemari, sampe' kaki pegel, sampe perut laper. Makan, jalan lagi. Liat-liat, ketawa-ketawa, ngomongin orang. Bla bla blaa.. Seru deh. Nggak bakalan ada yang kedua di WBL kan? Jadi musti dimanfaatin sebaik mungkin. Biarpun wahananya nggak seru, biarpun cuman segitu aja yang penting kan bareng gitu loh. Dan yang pasti banyak banget kelucuan lainnya yang jelas nggak bakalan bisa dijabarkan dalam kata-kata seperti sekarang. Esensi serunya bakalan memudar, dan aku pun bakalan nyadar kalo ternyata apa yang kita ketawain agak nggak jelas dan jayus. Hehehe..
Setelah dari WBL kita pergi ke Goa Maharani (ups, ketambahan ; Zoo) yang ada tepat di depan WBL. Saya sih enjoy aja. Tetep jalan sama temen-temen biarpun sering ketinggalan dibelakang karena duduk dan makan (makanya foto kita-kita dikit -.-) terus mulai masuk ke goa. Dan saya sadar satu hal. Begitu berubahnya tempat ini sejak belasan tahun yang lalu ketika saya sering banget kesana sama Mama dan saudara. Tempat masuk yang sebelumnya diisi ratusan tangga menuju goa yang dikelilingi tempat yang agak gersang dan sepi, keliatan sedikit angker. Kini berubah jadi kebun binatang eksklusif yang dilengkapi information center, catatan berbahasa inggris, dan juga arena penyuluhan (yang kesannya mirip StandUpComedy ><). Jadi pintu masuk goa nya cuman tanda nama dan tangga menurun. Tangga-tangga lainnya udah terpangkas habis. Begitu masuk, lumayan rame karena memang musim liburan, trus goa yang dulu gelap gulita dan penerangan seadanya hingga kerasa mistis berubah drastis jadi tempat kelap-kelip (mungkin kalo ditambahin musik dan meja bartender bakalan jadi tempat dugem), trus pegangan pipa jalan berubah jadi milenium mengkilap. Padahal dulu cuma besi tua berkarat. Overall, semua serba berubah. Rasanya saya nggak mengenali lagi mistis dan angker nya Goa Maharani. Belum lagi blitz kamera disana-sini yang bikin silau di ruangan segelap itu.
Bahkan selepas keluar dari goa, kami masuk ke ruangan (yang saya yakin goa buatan) yang ternyata adalah museum dan galery batu gitu. Eksklusif.
Yah, saya tahu Goa Maharani mengalami perubahan drastis dan juga perbaikan sarana dan pra sarana disana-sini. Sejak hampir dua belas tahun yang lalu saya terakhir kesana. Namun saya merasakan penderitaan. Pengubahan memang butuh pengorbanan. Dan kali ini, Goa Maharani terpaksa mengorbankan kesan angker dan mistisnya yang magis untuk diubah lebih baik lagi bagi manusia. Untungnya saya tidak menemukan tangan-tangan jahil yang merusak goa. Goa itu penuh kenangan bagi saya. Goa pertama dalam hidup saya. Mungkin sebenarnya goa itu sakit dipangkas disana-sini untuk kepentingan umat manusia. Belum lagi ada pemugaran yang mengikis sisa-sisa sejarah goa tersebut. Yah, saya tidak menyesal kesana. Hanya saja, hal itu menyadarkan saya akan satu hal. Tanggal 5 Januari, ulang tahun almarhumah Mama.
Saya tidak langsung sadar. Saya masih seru-seruan hingga kehujanan dan pulang. Di dalam bus, ada kelap-kelip cahaya dari kejauhan. Saya kenal lampu besar itu, lampu tambang. Dan saya sadar betapa Lamongan dikikis dari tahun ke tahun. Perubahan besar yang berdampak panjang. Astaga, apakah tempat ini tidak menangis ketika jutaan kendaraan dan mesin berat itu mengeruk mereka? Rimbunnya tempat ini tahun-tahun lalu seolah hilang oleh sampah dan deru mesin-mesin tak bernyawa yang menyakiti mereka. Jujur saya sedih.
Dan entah kenapa saya sesak. Rindu sekali akan kehadiran Mama. Rindu dekapannya yang tak terkira. Namun saya masih belum sadar bahwa hari itu ulang tahun Mama. Saya masih saja terlarut akan kenangan bersamanya. Biarlah semua orang berkata apa tentang perfeksionis nya Mama. Namun ia cinta pertama dalam hidup saya. Cinta terbesar dalam hidup saya yang mampu menguras semua isi hati dan mengubah kebahagiaan saya jadi haru menyedihkan. Seumur hidup saya. Beliau lah yang selalu ada. Seumur hidup beliau, saya begitu disayanginya. Saya mungkin merusak beberapa hal dalam hidupnya, namun beliau. Sekalipun tak pernah membuat saya bersedih. Mama saya tersayang. Saya mencintai ia sebagaimana napas ini diberikannya.
Hingga tiba di rumah, saya sadar sesadar-sadarnya. Saya rindu sekali beliau. Dan saya ingin cinta saya selanjutnya serupa seperti cinta saya padanya. Saya tak mengharapkan balasan apapun terhadap air mata yang saya keluarkan untuknya, terhadap doa-doa yang senantiasa saya kirimkan padanya, dan cinta tak terkira yang terucapkan padanya. Saya tak pamrih sedikitpun karena memang saya tak berhak merasa pamrih. Saya tak memiliki apapun untuk menjadi orang sombong dan mengharapkan balasan. Saya ingin ikhlas menjalankan sesuatu tanpa ada imbalannya. Saya ingin seperti itu.
vigna sinensis
Saya nggak ngerti harus ngepost apaan lagi. Saya nggak ngerti harus berkata-kata sebagaimana lagi untuk hari kemarin dan sekarang. Tentang apa yang dimaksud 'ketulusan'. Well, saya merasa nggak pantas ngomongin hal itu. Saya sendiri belum baik.
Tetapi entah kenapa kejadian kemarin menyadarkan saya akan sesuatu. Mengapa bisa sulit sekali tulus melakukan sesuatu. Mengapa harus ada pamrih dalam melakukan hal-hal yang baik dalam hidup ini. Mengapa harus sesulit itu untuk berhenti bicara.
Ada 1001 alasan untuk melakukan sebuah kebaikan, namun saya memilih untuk tidak membicarakannya, satu pun saja. Saya ingin belajar ikhlas. Saya ingin belajar tulus mencintai sesuatu tanpa mengharapkan imbalan. Tanpa mengharapkan belas kasihan. Dan tanpa paksaan. Kalaupun memang ada balas imbal dari apa yang saya lakukan, saya pikir itulah ketulusan yang dilakukan orang lain untuk saya. Bukan sebagai imbalan. Agar saya selalu berpikir begitu. Meskipun tentu saja nggak semudah itu, tapi saya selalu berusaha. Saya percaya hal itu akan membantu saya lebih lega dalam hari-hari ke depannya.
Kemarin tanggal 5 Januari 2012, saya dan teman-teman OSIS TeVen pergi ke WBL untuk rekreasi perpisahan gitu. Seneng deh :D Biarpun wahana-wahana di WBL nggak seseru dan sebagus Jatim Park 1, atau Dufan, atau TranStudio, atau bahkan Universal Studio (iyalah), tapi karena saya datang bersama teman-teman tercinta, jadinya lebih seru daripada ke Universal Studio sendirian. Hehehe. Justru karena wahana-wahana nya banyakan nggak serunya, nggak ada adrenalinnya, kita heboh sendiri. Teriak-teriak naik paus dangdut yang cuma kayak naik jungkat-jungkit, bedanya agak pusing karena diputer-puter, kita teriak-teriak ngalahin wahana crazy car di sebelah yang emang lumayan bikin tegang. Teriaknya nggak niat banget lagi. Tapi heran keras deh -.- Udah gitu teriak-teriak sama mas nya minta turun. Norak abis. Bikin ketawa orang yang liat, tapi whatever. Yang kami harapkan dari teriakan dan kenorakan kami adalah mas-mas nya sadar kalo kita beneran nggak gugup sama sekali dan nggak seru banget tuh wahana (sampai sekarang mungkin agak sangsi meskipun mas-masnya sadar tapi nggak bakalan ada efeknya buat tuh wahana). Begitulah.
Jalan-jalan kesana kemari, sampe' kaki pegel, sampe perut laper. Makan, jalan lagi. Liat-liat, ketawa-ketawa, ngomongin orang. Bla bla blaa.. Seru deh. Nggak bakalan ada yang kedua di WBL kan? Jadi musti dimanfaatin sebaik mungkin. Biarpun wahananya nggak seru, biarpun cuman segitu aja yang penting kan bareng gitu loh. Dan yang pasti banyak banget kelucuan lainnya yang jelas nggak bakalan bisa dijabarkan dalam kata-kata seperti sekarang. Esensi serunya bakalan memudar, dan aku pun bakalan nyadar kalo ternyata apa yang kita ketawain agak nggak jelas dan jayus. Hehehe..
Setelah dari WBL kita pergi ke Goa Maharani (ups, ketambahan ; Zoo) yang ada tepat di depan WBL. Saya sih enjoy aja. Tetep jalan sama temen-temen biarpun sering ketinggalan dibelakang karena duduk dan makan (makanya foto kita-kita dikit -.-) terus mulai masuk ke goa. Dan saya sadar satu hal. Begitu berubahnya tempat ini sejak belasan tahun yang lalu ketika saya sering banget kesana sama Mama dan saudara. Tempat masuk yang sebelumnya diisi ratusan tangga menuju goa yang dikelilingi tempat yang agak gersang dan sepi, keliatan sedikit angker. Kini berubah jadi kebun binatang eksklusif yang dilengkapi information center, catatan berbahasa inggris, dan juga arena penyuluhan (yang kesannya mirip StandUpComedy ><). Jadi pintu masuk goa nya cuman tanda nama dan tangga menurun. Tangga-tangga lainnya udah terpangkas habis. Begitu masuk, lumayan rame karena memang musim liburan, trus goa yang dulu gelap gulita dan penerangan seadanya hingga kerasa mistis berubah drastis jadi tempat kelap-kelip (mungkin kalo ditambahin musik dan meja bartender bakalan jadi tempat dugem), trus pegangan pipa jalan berubah jadi milenium mengkilap. Padahal dulu cuma besi tua berkarat. Overall, semua serba berubah. Rasanya saya nggak mengenali lagi mistis dan angker nya Goa Maharani. Belum lagi blitz kamera disana-sini yang bikin silau di ruangan segelap itu.
Bahkan selepas keluar dari goa, kami masuk ke ruangan (yang saya yakin goa buatan) yang ternyata adalah museum dan galery batu gitu. Eksklusif.
Yah, saya tahu Goa Maharani mengalami perubahan drastis dan juga perbaikan sarana dan pra sarana disana-sini. Sejak hampir dua belas tahun yang lalu saya terakhir kesana. Namun saya merasakan penderitaan. Pengubahan memang butuh pengorbanan. Dan kali ini, Goa Maharani terpaksa mengorbankan kesan angker dan mistisnya yang magis untuk diubah lebih baik lagi bagi manusia. Untungnya saya tidak menemukan tangan-tangan jahil yang merusak goa. Goa itu penuh kenangan bagi saya. Goa pertama dalam hidup saya. Mungkin sebenarnya goa itu sakit dipangkas disana-sini untuk kepentingan umat manusia. Belum lagi ada pemugaran yang mengikis sisa-sisa sejarah goa tersebut. Yah, saya tidak menyesal kesana. Hanya saja, hal itu menyadarkan saya akan satu hal. Tanggal 5 Januari, ulang tahun almarhumah Mama.
Saya tidak langsung sadar. Saya masih seru-seruan hingga kehujanan dan pulang. Di dalam bus, ada kelap-kelip cahaya dari kejauhan. Saya kenal lampu besar itu, lampu tambang. Dan saya sadar betapa Lamongan dikikis dari tahun ke tahun. Perubahan besar yang berdampak panjang. Astaga, apakah tempat ini tidak menangis ketika jutaan kendaraan dan mesin berat itu mengeruk mereka? Rimbunnya tempat ini tahun-tahun lalu seolah hilang oleh sampah dan deru mesin-mesin tak bernyawa yang menyakiti mereka. Jujur saya sedih.
Dan entah kenapa saya sesak. Rindu sekali akan kehadiran Mama. Rindu dekapannya yang tak terkira. Namun saya masih belum sadar bahwa hari itu ulang tahun Mama. Saya masih saja terlarut akan kenangan bersamanya. Biarlah semua orang berkata apa tentang perfeksionis nya Mama. Namun ia cinta pertama dalam hidup saya. Cinta terbesar dalam hidup saya yang mampu menguras semua isi hati dan mengubah kebahagiaan saya jadi haru menyedihkan. Seumur hidup saya. Beliau lah yang selalu ada. Seumur hidup beliau, saya begitu disayanginya. Saya mungkin merusak beberapa hal dalam hidupnya, namun beliau. Sekalipun tak pernah membuat saya bersedih. Mama saya tersayang. Saya mencintai ia sebagaimana napas ini diberikannya.
Hingga tiba di rumah, saya sadar sesadar-sadarnya. Saya rindu sekali beliau. Dan saya ingin cinta saya selanjutnya serupa seperti cinta saya padanya. Saya tak mengharapkan balasan apapun terhadap air mata yang saya keluarkan untuknya, terhadap doa-doa yang senantiasa saya kirimkan padanya, dan cinta tak terkira yang terucapkan padanya. Saya tak pamrih sedikitpun karena memang saya tak berhak merasa pamrih. Saya tak memiliki apapun untuk menjadi orang sombong dan mengharapkan balasan. Saya ingin ikhlas menjalankan sesuatu tanpa ada imbalannya. Saya ingin seperti itu.
vigna sinensis
Comments
Post a Comment