Posts

Showing posts from 2013

Tiada Sempat

            Mungkin Tuhan itu memang baik. Hanya dengan melihat kamu, aku yang tidak pernah berdoa ini bisa yakin Tuhan itu benar-benar baik. Aku tak tahu lagi siapa diriku saat kamu mulai mau duduk di sampingku dan mengatakan segalanya.             Segalanya.             Mengapa aku tahu kamu punya segalanya? Matamu berkata lebih baik dari wajahmu. Wajah anggun yang palsu kamu tampakkan pada mereka yang beranjak mendekat penuh ingin tahu pada gadis secantik kamu. Pada romantisme yang kamu buat disekitar kamu. Mendadak kamu jadi pusat semua berseteru untuk hal yang satu.             Kubuang buih-buih lamunan yang tadi ada. Hanya untuk terus memandangi kamu. Melihat kamu mengaduk espresso tanpa tahu apa yang menantimu di ujung pusaran yang sama.   ...

Orang Ketiga (cerpen)

            Sama sekali tiada maksud aku mencoba memperhamba dirimu dengan membuatmu berbanding dengannya. Apalagi untuk mencela segala sesuatu dari dirimu yang begitu sempurna di mataku. Apalah artinya aku yang hanya mencoba, mengira-ngira, secara teknis semua ciptaan tak kasat mata yang kau tempuh sendiri. Tanpa aku di dalamnya.             Namun tak tentu pula siapa aku untuk menuntut hak, ada dalam daya khayalmu yang mambu mengangkat Lawu dari akarnya?             Tapi siapa sangka, hati ini bertaut pada yang bukan hakikatnya. Bukan pada romantisme yang mereka jejalkan dalam pikiranmu. Mereka, semua media yang kausebut sebagai penyangga kehidupanmu dengan dunia luar, dunia selain diriku di dalamnya.             Terkadang aku tak habis pikir, betapa banyak ak...

Just Maybe

Image
            Just maybe.             Dreams comes true. Segalanya mendadak berubah dalam sekali waktu. Semua yang dipertaruhkan dan diharapkan menjadi kenyataan dalam sekali kejut.             Dan, here we go..             Setelah sempat bersusah payah dengan semua prinsip dan pilihan di SNMPTN Undangan yang diseleksi melalui nilai rapor saja dan menerima kegagalan sehingga kembali berperang di ujian tulis atau SBMPTN. Saya mendapat panlok di Malang untuk pilihan yang mungkin paling gila seumur hidup saya. Kembali memilih UGM, kemudian disusul dengan universitas yang tidak pernah saya perhitungkan seumur hidup saya; UNAIR. Barulah pendaratan yang mungkin mulus dan kembali ke jalan awal di UM. Kesemuanya saya pilih dengan pilihan yang juga cukup gila seumur hidup ...

Entah Untuk Apa

Aku ingin menangis Entah untuk apa Bernyanyi dengan sedih Tak tahu untuk siapa             Jemari ini terus menekuk, membekuk dalam kekosongan             Entah untuk siapa dan sampai kapankah             Mendengarkan suara-suara yang menggema jauh             Begitu jauh, tak teraih baik untuk siapapun Aku ingin memandangmu, entah sampai kapan Menelusuri bekas kejayaan senyum yang membuatku meroma Nanar menyesap meresap bagaikan kopi pagi ini Hitam, kelam, tak terlupakan             Menyurati layar monokrom yang berdengung datar             Menunggu, entah untuk apa           ...
Tidak peduli seberapa jauhnya dengan impian itu. Seberapa dekatnya dengan harapan itu. Saya sudah lelah. Lelah terus menandai. Tersungkur untuk sekedar mengeja lagi. Dan tidak sanggup untuk merajut mimpi yang sudah lama mati. Kini yang ada hanya kelelahan berarti. Dan bagi orang yang tak mengerti, tak ada kata lain baga saya kecuali orang yang membuangi mimpi..
mungkin kata Tuhan, ini sudah waktunya menyerah...

tidak ada.

            Jiwa ini haus. Haus akan sesuatu. Sebuah penamaan yang tidak kunjung menemukan labuhannya juga. Hati ini terdampar. Di tempat terasing bernama ketidakberdayaan dan kekangan dari segala sesuatu yang hidup. Seperti hidup di pesisir Tanjung Tinggi tanpa boleh berenang atau menyambangi asinnya lautan Belitung.             Saat terbangun di pagi hari, saya tidak tahu apa yang saya cari. Saya tidak inginkan semua ini. Saya merasa tersesat sehingga ingin tidur lagi, sampai seseorang dalam mimpi berhasil menemukan saya. Dan membawa saya pergi walaupun hanya sebentar. Terbangun satu dua jam untuk menimang setiap kenangan pun, kini tidak lagi saya kehendaki.           Saya semakin tak tahu arah. Kering bagaikan gelas sisa peminum durjana yang pada akhirnya juga terempas tak berdaya dibuai gerah angin malam. Sudut-sudut mata ...

We're Not Born To Be Something We're Not

We’re not born to be something we’re not.             Saya sedang kecanduan dengan film You Are The Apple Of My Eye yang dikasih Rijal beberapa waktu lalu. Sebenarnya saat Rijal cerita tentang film ini, saya tidak begitu tertarik. Karena Rijal bilang sejenis Suckseed . Saya malah tidak suka Suckseed , dan tidak berminat nonton. Sejujurnya saya sengaja membatasi diri untuk menonton yang terlalu hedon begitu.             Bukannya munafik, terkadang saya memang nonton kalau sedang jenuh. Tapi lagi-lagi karena pengaruh popularitas, saya jadi malas nonton (aneh, saya malah tidak suka nonton atau baca sesuatu yang booming terlebih dulu, mungkin pengecualian untuk karya sastra tertentu J ). Saya pernah menyimpan Suckseed itu di direktori file laptop saya. Tapi entah kenapa saya tidak tertarik sama sekali hingga menghapusnya beberapa waktu lalu.     ...