Kebernamaan
Beberapa hari lalu ada seorang kawan yang bertanya pada saya, mengenai hubungan yang ideal (bagi saya). Tentang sebuah relationship yang pada akhirnya membawa kita pada suatu titik yang tak pernah bergerak dari normalnya.
Karena segala sesuatunya dalam sebuah hubungan (baca:pacaran) selalu normal dan wajar terjadi.
Dulu saya masih merasa segala sesuatu akan berada pada jalurnya masing-masing. Begitu naif dan penuh ketidakmengertian, tapi selalu puas akan apa yang ada dan tidak pernah menuntut hal-hal yang tidak saya inginkan. Semakin lama, saya semakin merasai hal-hal di sekitar saya dan berubah menjadi sensitif sebagaimana masyarakat sosial lainnya. Pada umumnya saya mendapati diri saya berada di lingkungan yang tetap bekerja, berputar meskipun saya tak larut di dalamnya. Saya menonton dan merasa bertanya-tanya tentang hal yang dilakukan dan diketahui masyarakat dewasa. Namun lambat laun saya sadari, saya pun ada di dalamnya. Baik secara kadang-kadang maupun selalu. Saya adalah bagian dari apa yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.
Kini seiring waktu, segalanya berubah. ‘Cause the only constant thing in the world is changing.
Saya tidak pernah merasa cukup dewasa benar untuk mengartikan apa yang terjadi di sekitar saya, tetapi memang sudah seharusnya memaknai apa yang terjadi pada diri saya. Lebih dari itu, apa yang saya lakukan.
Dulu saya pun menganggap bahwa kisah cinta, dunia percintaan, jalan asmara, atau apapun itu, akan tiba pada diri saya pada waktunya. Akan tepat begitu pada saatnya. Karena segala sesuatu indah pada saatnya. Dan meskipun saya terkadang setengah mati mengingkari adanya takdir Tuhan dalam hidup ini, rupanya hidup ini memang terus berjalan meski terkadang saya tidak menghendakinya. Saya pun harus percaya pada hal-hal demikian yang lambat laun akan menjawab pertanyaan dari diri saya sendiri. Kepada entitas apapun itu yang memberikan saya dunia ini.
But again, segala sesuatu tidak terjadi karena ketidaksengajaan. Saya memahami satu demi satu hal-hal tersebut dan merasakan segalanya tumbuh seperti sudah semestinya. Tidak ada yang perlu saya hujat dan saya keluhkan. Ketika saya percaya ergo sum, saya adalah bagian dari dunia yang memiliki posibilitas tingkat tinggi untuk membuat dunia saya menjadi seperti apa yang saya inginkan.
Pertanyaannya:
Maukah saya?
Karena alasan-alasan tersebut, saya tidak pernah mengelak rasa suka terhadap orang lain dalam hidup ini. Kita, kan, punya satu dua hal dalam hidup ini yang setengah mati dijaga dan tidak ingin disesali di masa nanti. Saya, pemercaya naif ini, juga meyakini hal demikian berlaku bagi kisah asmara yang pernah saya lalui. Sejauh ini, indah. Mengesankan dengan cara yang mampu diberikan Tuhan kepada saya.
Dan sejauh ini saya tak pernah menuntut macam-macam, saya rasa. Nano-nanonya hidup ini, kalau tak mau dibilang warna-warni, adalah sebagian kecil hal yang saya tahu akan membuat saya mengerti hal-hal lain di waktu yang akan datang. Tepatnya, saya tak ingin melewati begitu saja masa-masa saya dengan kekosongan dan merasai segalanya meluncur ketika saya sudah waktunya duduk diam dan menyaksikan. Demi Tuhan, tidak. Saya masih terlalu punya banyak keinginan dan kemauan untuk diganjar sebaik mungkin. Dengan kata lain bukan berarti saya akan menuruti apapun itu dan menjalankan hidup sesuka saya (walau kini saya yakin inilah yang terjadi), namun perlahan saya punya pertimbangan, prinsip dan konsep yang saya pahami dari hal-hal di masa lampau. Betapa beruntung saya rasa, karena saya tak pernah melewatkan tiap pelajaran. Tidak selalu indah, memang. Terkadang menyedihkan, menyebalkan, menyesakkan, memuakkan, dan lain sebagainya. Tetapi selalu, selalu mengesankan. Selalu.
Jadi.. bagaimanakah itu hubungan ideal?
Hm, saya juga tidak tahu. Seiring dengan idealisme masing-masing orang yang berbeda. Saya rasa ada definisi tertentu untuk jawaban di atas sesuai dengan sifat dan pemikiran individu-individu itu sendiri.
Dan ada jutaan jenis hubungan yang indah di dunia ini.
But I can perfectly describe one. Mine. My purpose.
Adalah hal biasa tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Sedang senang karena hidup memberikan jutaan kejutan indah yang tak bisa dibagi pada pasangan. Tetapi selalu ada sahabat-sahabat dekat, kolega, partner, keluarga, dan lain sebagainya. Pandangan mungkin bisa jadi satu atau termasuk di dalamnya. Tetapi tidak dalam semua hal, dan itu saya pahami betul-betul.
Saling memberi kabar karena keduanya sama-sama menginginkan. Sama-sama merindukan, membutuhkan dengan cara yang mereka tahu dan mereka suka untuk dilakukan. Menghabiskan waktu bersama jutaan lagi kemungkinan bahwa esok masih akan ada tempat baru untuk dikunjungi, atau berdiam di satu tempat karena kenyamanannya.
Partner yang saling memberikan dorongan dengan cara yang disukai keduanya. Bukan cara yang dapat dimaklumi keduanya.
Saya ingin, punya hubungan yang dilakukan karena diinginkan keduanya. Bukan yang keduanya bisa. Bukan yang dapat dimaklumi keduanya.
Dan mungkin ada seribu ketidakcocokan dari dua individu yang bersama. Hal terakhir yang ingin saya dengar dari ketidakcocokan itu adalah, selamanya tidak cocok. Tetapi menyenangkan.
Dan hubungan semacam ini, hanya dapat diperoleh saat masing-masing individu dapat berbahagia dengan caranya sendiri, untuk dirinya sendiri dan dari dirinya sendiri. Saat itu saya merasa nothing lagi dengan perasaan galau dan jengah. Saat setiap manusia bebas mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mencintai dan mewujudkannya dengan cara yang sama-sama mereka inginkan. Mencintai, memiliki, menyukai begitu tepat. Seperti keduanya rasa seharusnya.
Hubungan seperti ini, saat masing-masing orang sudah punya kualitas terbaik bersama dirinya sendiri. Tentu saja.
Saya mungkin orang paling tidak dewasa dan orang paling bodoh di dunia. Tetapi yang bisa saya lakukan dan saya inginkan terkadang berbeda dan saya sulit menentukan satu di antaranya. Karenanya saya lakukan apa yang saya inginkan dengan apa yang saya bisa.
Karena segala sesuatunya dalam sebuah hubungan (baca:pacaran) selalu normal dan wajar terjadi.
Dulu saya masih merasa segala sesuatu akan berada pada jalurnya masing-masing. Begitu naif dan penuh ketidakmengertian, tapi selalu puas akan apa yang ada dan tidak pernah menuntut hal-hal yang tidak saya inginkan. Semakin lama, saya semakin merasai hal-hal di sekitar saya dan berubah menjadi sensitif sebagaimana masyarakat sosial lainnya. Pada umumnya saya mendapati diri saya berada di lingkungan yang tetap bekerja, berputar meskipun saya tak larut di dalamnya. Saya menonton dan merasa bertanya-tanya tentang hal yang dilakukan dan diketahui masyarakat dewasa. Namun lambat laun saya sadari, saya pun ada di dalamnya. Baik secara kadang-kadang maupun selalu. Saya adalah bagian dari apa yang tidak pernah saya sadari sebelumnya.
Kini seiring waktu, segalanya berubah. ‘Cause the only constant thing in the world is changing.
Saya tidak pernah merasa cukup dewasa benar untuk mengartikan apa yang terjadi di sekitar saya, tetapi memang sudah seharusnya memaknai apa yang terjadi pada diri saya. Lebih dari itu, apa yang saya lakukan.
Dulu saya pun menganggap bahwa kisah cinta, dunia percintaan, jalan asmara, atau apapun itu, akan tiba pada diri saya pada waktunya. Akan tepat begitu pada saatnya. Karena segala sesuatu indah pada saatnya. Dan meskipun saya terkadang setengah mati mengingkari adanya takdir Tuhan dalam hidup ini, rupanya hidup ini memang terus berjalan meski terkadang saya tidak menghendakinya. Saya pun harus percaya pada hal-hal demikian yang lambat laun akan menjawab pertanyaan dari diri saya sendiri. Kepada entitas apapun itu yang memberikan saya dunia ini.
But again, segala sesuatu tidak terjadi karena ketidaksengajaan. Saya memahami satu demi satu hal-hal tersebut dan merasakan segalanya tumbuh seperti sudah semestinya. Tidak ada yang perlu saya hujat dan saya keluhkan. Ketika saya percaya ergo sum, saya adalah bagian dari dunia yang memiliki posibilitas tingkat tinggi untuk membuat dunia saya menjadi seperti apa yang saya inginkan.
Pertanyaannya:
Maukah saya?
Karena alasan-alasan tersebut, saya tidak pernah mengelak rasa suka terhadap orang lain dalam hidup ini. Kita, kan, punya satu dua hal dalam hidup ini yang setengah mati dijaga dan tidak ingin disesali di masa nanti. Saya, pemercaya naif ini, juga meyakini hal demikian berlaku bagi kisah asmara yang pernah saya lalui. Sejauh ini, indah. Mengesankan dengan cara yang mampu diberikan Tuhan kepada saya.
Dan sejauh ini saya tak pernah menuntut macam-macam, saya rasa. Nano-nanonya hidup ini, kalau tak mau dibilang warna-warni, adalah sebagian kecil hal yang saya tahu akan membuat saya mengerti hal-hal lain di waktu yang akan datang. Tepatnya, saya tak ingin melewati begitu saja masa-masa saya dengan kekosongan dan merasai segalanya meluncur ketika saya sudah waktunya duduk diam dan menyaksikan. Demi Tuhan, tidak. Saya masih terlalu punya banyak keinginan dan kemauan untuk diganjar sebaik mungkin. Dengan kata lain bukan berarti saya akan menuruti apapun itu dan menjalankan hidup sesuka saya (walau kini saya yakin inilah yang terjadi), namun perlahan saya punya pertimbangan, prinsip dan konsep yang saya pahami dari hal-hal di masa lampau. Betapa beruntung saya rasa, karena saya tak pernah melewatkan tiap pelajaran. Tidak selalu indah, memang. Terkadang menyedihkan, menyebalkan, menyesakkan, memuakkan, dan lain sebagainya. Tetapi selalu, selalu mengesankan. Selalu.
Jadi.. bagaimanakah itu hubungan ideal?
Hm, saya juga tidak tahu. Seiring dengan idealisme masing-masing orang yang berbeda. Saya rasa ada definisi tertentu untuk jawaban di atas sesuai dengan sifat dan pemikiran individu-individu itu sendiri.
Dan ada jutaan jenis hubungan yang indah di dunia ini.
But I can perfectly describe one. Mine. My purpose.
Adalah hal biasa tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Sedang senang karena hidup memberikan jutaan kejutan indah yang tak bisa dibagi pada pasangan. Tetapi selalu ada sahabat-sahabat dekat, kolega, partner, keluarga, dan lain sebagainya. Pandangan mungkin bisa jadi satu atau termasuk di dalamnya. Tetapi tidak dalam semua hal, dan itu saya pahami betul-betul.
Saling memberi kabar karena keduanya sama-sama menginginkan. Sama-sama merindukan, membutuhkan dengan cara yang mereka tahu dan mereka suka untuk dilakukan. Menghabiskan waktu bersama jutaan lagi kemungkinan bahwa esok masih akan ada tempat baru untuk dikunjungi, atau berdiam di satu tempat karena kenyamanannya.
Partner yang saling memberikan dorongan dengan cara yang disukai keduanya. Bukan cara yang dapat dimaklumi keduanya.
Saya ingin, punya hubungan yang dilakukan karena diinginkan keduanya. Bukan yang keduanya bisa. Bukan yang dapat dimaklumi keduanya.
Dan mungkin ada seribu ketidakcocokan dari dua individu yang bersama. Hal terakhir yang ingin saya dengar dari ketidakcocokan itu adalah, selamanya tidak cocok. Tetapi menyenangkan.
Dan hubungan semacam ini, hanya dapat diperoleh saat masing-masing individu dapat berbahagia dengan caranya sendiri, untuk dirinya sendiri dan dari dirinya sendiri. Saat itu saya merasa nothing lagi dengan perasaan galau dan jengah. Saat setiap manusia bebas mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mencintai dan mewujudkannya dengan cara yang sama-sama mereka inginkan. Mencintai, memiliki, menyukai begitu tepat. Seperti keduanya rasa seharusnya.
Hubungan seperti ini, saat masing-masing orang sudah punya kualitas terbaik bersama dirinya sendiri. Tentu saja.
Saya mungkin orang paling tidak dewasa dan orang paling bodoh di dunia. Tetapi yang bisa saya lakukan dan saya inginkan terkadang berbeda dan saya sulit menentukan satu di antaranya. Karenanya saya lakukan apa yang saya inginkan dengan apa yang saya bisa.
Comments
Post a Comment