That One
Pernahkah kalian merasakan orang yang begitu spesial tanpa pernah bertemu langsung dengannya?
Sejujurnya, ribuan kali saya pernah mengalaminya.
Yang paling sering adalah, mencoba menggambarkan secara nyata objek-objek yang diangkat dalam sebuah karya. Lagu, puisi, novel, foto, lukisan, dan lain sebagainya. Orang-orang yang mungkin tidak akan pernah saya temui, karena mereka begitu spesial. Istimewa. Dengan caranya yang selalu indah, membuat orang lain jatuh cinta dan tanpa sadar menggila karenanya. Saya selalu menyangka, bahkan hingga detik ini, bahwa orang itu selalu dan akan terlalu sempurna untuk saya ketahui. Untuk sekedar saya temui.
Figur yang berusaha saya hidupkan dalam dangkalnya hidup saya akan jutaan hal yang hingga kini tidak mampu saya mengerti. Entah mengapa saya mau repot-repot melakukannya. Hanya saja, ketika saya melihat seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber inspirasi seorang seniman atau manusia lain untuk menjadi sebuah karya adalah hal yang tidak akan pernah saya lupakan.
Saya terjebak pada bagaimana seseorang membuat orang lain mampu memberanikan diri menggenggam daya upaya yang ia bisa dan mengabadikannya menjadi gambaran nyata yang bahkan mungkin tak pernah ia raih seumur hidupnya. Menjadikan dirinya sendiri bintang inspirasi tanpa ia sadari. Mampu membuat orang lain menerjemahkan cinta dan mengejar apa yang diingini. Kemudian, segalanya hanya menjadi sebatas gambar dalam figura usang, kini dan nanti.
Seringkali saya temui perasaan itu. Baik ketika mendengarkan lagu yang kelewat indah, membaca tulisan yang begitu jujur dan indah, memandang secarik foto yang indah, banyak hal lainnya. Ada yang selamanya tak pernah mampu saya genggam; ketulusan.
Dan siapa bilang ia tak indah? Selalu. Ia bahkan bisa terlalu indah hingga ketika saya merasakannya, saya ingin mati menggenggamnya.
Dalam hati, saya selalu bertanya-tanya siapakah orang-orang beruntung yang diberkahi kemampuan untuk membuat orang lain merasa istimewa, atau orang-orang yang mampu sedemikian rupa mengistimewakan orang lain. Dan menangkap saya dalam diorama hidup yang terasa begitu saja singkatnya. Terlewat dan membuat saya banyak mensyukuri apa yang telah saya lalui, seberapa pahit pun itu. Adalah cermin yang mengantarkan saya pada satu masa ke masa yang lain sebagaimana saya ingin. Adalah tulisan yang mampu membuat saya berada pada satu masa dibanding masa yang lain. Menyadarkan saya seberapa besar kemungkinan keberadaan saya di dunia ini. Membuat saya belajar, mengerti dan memahami bahw segala sesuatu memang sudah dari akarnya berbeda. Kita tak perlu mempermasalahkannya. Kita hanya mencintainya dengan apa yang sanggup kita beri, bukan miliki.
Secaara langsung, dan ajaib, seniman-seniman itu mengajarkan pada saya bahwa mereka tak pernah henti mengabdikan hidupnya untuk cinta yang mereka punyai. Atau setidaknya ingin mereka miliki.
Merasakan bagaimana mereka jatuh cinta, selalu membuat saya bertanya-tanya bagaimanakah saya bisa menemukan satu-satunya di hidup saya. Thats moment when you meet the one. Akankah saya tidak menemuinya?
Terkadang di sisi lain, saya merasa diri saya terlalu melankolis untuk membiarkan saya terjebak dalam pikiran saya sendiri. Dalam angan-angan yang tak pasti bagaimana seorang lelaki dan perempuan jatuh hati. Sejatuh-jatuhnya. Dan mereka takkan menemukan yang lain, tidak pernah berharap menemukan yang lain, dan percaya bahwa hal yang hanya akan mereka temui adalah perasaan masing-masing. Tak ada yang perlu pergi, tak ada yang perlu mengamini. Keduanya hanya terjadi. Begitu saja.
Saya yang takkan pernah menemukannya, ataukah saya yang tidak pernah mencari.. saya merasa kalau hidup terkadang memberikan sedikit perasaan dilematis bagi manusianya.
Itulah salah satu dari sekian banyak kemewahan kehidupan.
Saya kehilangan kamu.
Bukan saya karena kamu mungkin tak tahu saya ada. Bukan kehilangan karena saya tak pernah memiliki kamu. Bahkan bukan kamu karena kamu tak pernah ada. Kamu tak pernah saya temui sebelumnya, dalam bentuk kamu. Dan selamanya saya mungkin tak tahu kamu seperti apa.
Apakah kita pernah tak sengaja bertemu di loket yang sama? Atau saat berpapasan ketika saya berkendara dengan kekasih saya? Atau di suatu pameran paling terkenal, berfoto di lukisan yang sama di waktu yang berbeda? Bahkan ketika tak sengaja saya melewatkan foto kamu di fitur explore dalama aplikasi instragram? Apakah seharusnya kita bertemu dalam waktu-waktu yang terlewatkan itu?
Sungguh klise, saat saya harap bisa menemukan kamu. Bahkan mengadakan kamu dalam objek lamunan saya yang selamanya tak pernah genap. Saya tak pernah sekalipun berharap cinta akan seindah FTV. Saya hanya berharap walau kemudian kelak saya tak juga menemukannya, saya hanya akan berterima kasih dan membatasinya menjadi tulisan, lagu, foto, lukisan, atau apapun yang indah lainnya. Itulah cinta.
Entah mengapa saya tidak juga merasa depressed. Bagi saya yang tidak pernah mencari maupun menemui kamu, adalah hal yang menguntungkan ketika saya berani duduk dan menulis begini. Seorang diri. Ini adalah sarana yang cukup bagus bahkan sepanjang yang saya mampu sadari. Walau ketika nanti ada masanya saya harus berhenti, dan kembali. Pada diri saya yang juga tidak saya temui.
Saya tidak merasa kamu tengah mencari saya. Tidak juga merasa kita sama-sama sedih karena tidak sanggup menemui satu sama lain. Saya hanya berharap siapapun kelak satu-satunya di hidup saya itu, ia sedang menjalani hidup sehidup-hidupnya. Sama-sama saling melupakan pernah berdoa untuk masa yang akan datang. Dan menjalani hari dengan segala rasa bahagia.
Mungkin kita akan sama-sama merasa kecele. Satu sama lain hanya akan bertemu dalam wujud yang mungkin tidak pernah kita sangka akan begini.
Sama seperti ketika saya kecele melihat wujud nyata objek karya yang saya kagumi. Tidak melecehkan atau menyepelekan. Saya hanya kagum bagaimana ke’biasa’an orang-orang tertentu dapat memikat lebih dari yang mereka kira dan yang kita kira akan mampu mereka lakukan. Saya tak pernah perasaan magis pada wujud nyata itu. Yang ada hanyalah rasa penasaran, namun entah mengapa saya merasa mengenal mereka. Bahkan lewat karya yang bukan mereka buat sendiri.
Saya harap seseorang bisa membuat saya jatuh cinta seperti saya menyukai musik. Menyukai hujan gunung. Menyukai puncak dan momen bersama orang-orang terdekat.
Cinta yang seperti itu, takkan pernah berakhir. Seperti saya yang mencintai waktu bersama diri saya sendiri walau terkadang saya membenci.
Pertanyaannya, beranikah saya?
Menangguhkan hidup untuk sejenak berpikir, ialah satu-satunya.
Sejujurnya, ribuan kali saya pernah mengalaminya.
Yang paling sering adalah, mencoba menggambarkan secara nyata objek-objek yang diangkat dalam sebuah karya. Lagu, puisi, novel, foto, lukisan, dan lain sebagainya. Orang-orang yang mungkin tidak akan pernah saya temui, karena mereka begitu spesial. Istimewa. Dengan caranya yang selalu indah, membuat orang lain jatuh cinta dan tanpa sadar menggila karenanya. Saya selalu menyangka, bahkan hingga detik ini, bahwa orang itu selalu dan akan terlalu sempurna untuk saya ketahui. Untuk sekedar saya temui.
Figur yang berusaha saya hidupkan dalam dangkalnya hidup saya akan jutaan hal yang hingga kini tidak mampu saya mengerti. Entah mengapa saya mau repot-repot melakukannya. Hanya saja, ketika saya melihat seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber inspirasi seorang seniman atau manusia lain untuk menjadi sebuah karya adalah hal yang tidak akan pernah saya lupakan.
Saya terjebak pada bagaimana seseorang membuat orang lain mampu memberanikan diri menggenggam daya upaya yang ia bisa dan mengabadikannya menjadi gambaran nyata yang bahkan mungkin tak pernah ia raih seumur hidupnya. Menjadikan dirinya sendiri bintang inspirasi tanpa ia sadari. Mampu membuat orang lain menerjemahkan cinta dan mengejar apa yang diingini. Kemudian, segalanya hanya menjadi sebatas gambar dalam figura usang, kini dan nanti.
Seringkali saya temui perasaan itu. Baik ketika mendengarkan lagu yang kelewat indah, membaca tulisan yang begitu jujur dan indah, memandang secarik foto yang indah, banyak hal lainnya. Ada yang selamanya tak pernah mampu saya genggam; ketulusan.
Dan siapa bilang ia tak indah? Selalu. Ia bahkan bisa terlalu indah hingga ketika saya merasakannya, saya ingin mati menggenggamnya.
Dalam hati, saya selalu bertanya-tanya siapakah orang-orang beruntung yang diberkahi kemampuan untuk membuat orang lain merasa istimewa, atau orang-orang yang mampu sedemikian rupa mengistimewakan orang lain. Dan menangkap saya dalam diorama hidup yang terasa begitu saja singkatnya. Terlewat dan membuat saya banyak mensyukuri apa yang telah saya lalui, seberapa pahit pun itu. Adalah cermin yang mengantarkan saya pada satu masa ke masa yang lain sebagaimana saya ingin. Adalah tulisan yang mampu membuat saya berada pada satu masa dibanding masa yang lain. Menyadarkan saya seberapa besar kemungkinan keberadaan saya di dunia ini. Membuat saya belajar, mengerti dan memahami bahw segala sesuatu memang sudah dari akarnya berbeda. Kita tak perlu mempermasalahkannya. Kita hanya mencintainya dengan apa yang sanggup kita beri, bukan miliki.
Secaara langsung, dan ajaib, seniman-seniman itu mengajarkan pada saya bahwa mereka tak pernah henti mengabdikan hidupnya untuk cinta yang mereka punyai. Atau setidaknya ingin mereka miliki.
Merasakan bagaimana mereka jatuh cinta, selalu membuat saya bertanya-tanya bagaimanakah saya bisa menemukan satu-satunya di hidup saya. Thats moment when you meet the one. Akankah saya tidak menemuinya?
Terkadang di sisi lain, saya merasa diri saya terlalu melankolis untuk membiarkan saya terjebak dalam pikiran saya sendiri. Dalam angan-angan yang tak pasti bagaimana seorang lelaki dan perempuan jatuh hati. Sejatuh-jatuhnya. Dan mereka takkan menemukan yang lain, tidak pernah berharap menemukan yang lain, dan percaya bahwa hal yang hanya akan mereka temui adalah perasaan masing-masing. Tak ada yang perlu pergi, tak ada yang perlu mengamini. Keduanya hanya terjadi. Begitu saja.
Saya yang takkan pernah menemukannya, ataukah saya yang tidak pernah mencari.. saya merasa kalau hidup terkadang memberikan sedikit perasaan dilematis bagi manusianya.
Itulah salah satu dari sekian banyak kemewahan kehidupan.
Saya kehilangan kamu.
Bukan saya karena kamu mungkin tak tahu saya ada. Bukan kehilangan karena saya tak pernah memiliki kamu. Bahkan bukan kamu karena kamu tak pernah ada. Kamu tak pernah saya temui sebelumnya, dalam bentuk kamu. Dan selamanya saya mungkin tak tahu kamu seperti apa.
Apakah kita pernah tak sengaja bertemu di loket yang sama? Atau saat berpapasan ketika saya berkendara dengan kekasih saya? Atau di suatu pameran paling terkenal, berfoto di lukisan yang sama di waktu yang berbeda? Bahkan ketika tak sengaja saya melewatkan foto kamu di fitur explore dalama aplikasi instragram? Apakah seharusnya kita bertemu dalam waktu-waktu yang terlewatkan itu?
Sungguh klise, saat saya harap bisa menemukan kamu. Bahkan mengadakan kamu dalam objek lamunan saya yang selamanya tak pernah genap. Saya tak pernah sekalipun berharap cinta akan seindah FTV. Saya hanya berharap walau kemudian kelak saya tak juga menemukannya, saya hanya akan berterima kasih dan membatasinya menjadi tulisan, lagu, foto, lukisan, atau apapun yang indah lainnya. Itulah cinta.
Entah mengapa saya tidak juga merasa depressed. Bagi saya yang tidak pernah mencari maupun menemui kamu, adalah hal yang menguntungkan ketika saya berani duduk dan menulis begini. Seorang diri. Ini adalah sarana yang cukup bagus bahkan sepanjang yang saya mampu sadari. Walau ketika nanti ada masanya saya harus berhenti, dan kembali. Pada diri saya yang juga tidak saya temui.
Saya tidak merasa kamu tengah mencari saya. Tidak juga merasa kita sama-sama sedih karena tidak sanggup menemui satu sama lain. Saya hanya berharap siapapun kelak satu-satunya di hidup saya itu, ia sedang menjalani hidup sehidup-hidupnya. Sama-sama saling melupakan pernah berdoa untuk masa yang akan datang. Dan menjalani hari dengan segala rasa bahagia.
Mungkin kita akan sama-sama merasa kecele. Satu sama lain hanya akan bertemu dalam wujud yang mungkin tidak pernah kita sangka akan begini.
Sama seperti ketika saya kecele melihat wujud nyata objek karya yang saya kagumi. Tidak melecehkan atau menyepelekan. Saya hanya kagum bagaimana ke’biasa’an orang-orang tertentu dapat memikat lebih dari yang mereka kira dan yang kita kira akan mampu mereka lakukan. Saya tak pernah perasaan magis pada wujud nyata itu. Yang ada hanyalah rasa penasaran, namun entah mengapa saya merasa mengenal mereka. Bahkan lewat karya yang bukan mereka buat sendiri.
Saya harap seseorang bisa membuat saya jatuh cinta seperti saya menyukai musik. Menyukai hujan gunung. Menyukai puncak dan momen bersama orang-orang terdekat.
Cinta yang seperti itu, takkan pernah berakhir. Seperti saya yang mencintai waktu bersama diri saya sendiri walau terkadang saya membenci.
Pertanyaannya, beranikah saya?
Menangguhkan hidup untuk sejenak berpikir, ialah satu-satunya.
Comments
Post a Comment